Cerita tentang Aku, Hutan, dan Kita - My Life My Journey

What's New?

Selasa, 16 Agustus 2022

Cerita tentang Aku, Hutan, dan Kita


Cerita tentang Aku, Hutan, dan Kita

Mendengarkan suara kicauan burung di pagi hari, melihat hamparan pohon hijau dan pemandangan Gunung Agung yang tampak gagah di siang hingga sore hari, dan bintang-bintang serta bulan yang bersinar terang di malam hari, saya merupakan salah satu orang yang cukup beruntung bisa menikmati itu semua setiap hari di rumah, sebelum saya merantau. Pasalnya, tepat di depan rumah saya, terdapat hamparan hutan yang membelah dua daerah. Setiap hari, saya bisa healing hanya dengan pergi ke teras rumah dan pemandangan serta suasana menyejukkan pun bisa saya nikmati.

Ketika pagi hari, pemandangan di depan rumah saya seperti ini:

Gambar 1: Dokumentasi pribadi pemandangan hutan di depan rumah

Kini, saya sudah merantau dan sedang tidak seberuntung ketika di rumah yang bisa menjelajah hutan dimulai dari teras rumah saja. Namun, kesadaran maupun apresiasi akan alam yang mendalam masih ada dalam diri saya hingga kini. 

Terlepas dari lokasi rumah yang dekat dengan hutan, kesadaran saya tentang lingkungan tumbuh sejak SD. Sejauh yang saya ingat, film The Lorax berpengaruh besar dalam membangun kesadaran tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan, terutama hutan. Saya sempat sangat terobsesi dengan film itu dan saya pikir hingga saat ini, film tersebut masuk ke dalam list "must watch" versi saya. The Lorax mampu menyampaikan pesan penting tentang lingkungan yang bisa diterima sejak dini oleh anak-anak, yang mana saya adalah salah satunya. Waktu menonton untuk pertama kali, saya sepertinya masih duduk di bangku kelas 6 SD dan dibuat paham tentang bahaya menghancurkan hutan dengan menebang pohon secara liar.
 
Gambar 2: poster film The Lorax


Saya pikir, kesadaran yang telah terbangun sejak kecil, didukung dengan lingkungan tempat saya tinggal yang memang dekat dengan alam itu membawa saya pada keinginan untuk terus belajar menghargai lingkungan. Secara tidak langsung, hal itu pula yang membawa saya menuju pengalaman-pengalaman berharga. Pengalaman yang mengantar saya untuk menjadi lebih dekat dan sedikit lebih tahu tentang hutan kita. 

Oke, cukup tentang latar belakang saya dan intro tentang kenapa saya begitu mengagumi alam kita ini. Selanjutnya, saya akan bercerita tentang pengalaman-pengalaman yang sudah saya sebutkan sebelumnya, sekaligus beberapa pengetahuan baru yang saya dapatkan tentang hutan kita. Mungkin sembari membaca ceritanya, mari #DengarAlamBernyanyi dengan memutar lagu "Dengar Alam Bernyanyi" di platform musik, seperti Spotify atau Apple Music biar feel-nya makin dapet. Boleh juga kalau cerita ini dimulai dengan memutar official music video-nya di sini.

Mulai Berteman dengan Hutan

Saya tinggal di sebuah desa di Bali yang aksesnya dekat dengan sawah maupun hutan. Saat kecil, tidak jarang saya bermain "bolang-bolangan" dengan teman-teman. Kami yang mengandai-andai menjadi Bolang alias Bocah Petualang akan menyusuri hutan, bermain di sungai, hingga menikmati berbagai pemandangan hijau yang bisa kami temukan waktu itu. 

Barangkali ketika masa-masa itulah, saya sudah mulai berteman dengan hutan. Saya suka melihat pepohonan atau menjadi saksi proses bertumbuhnya sebuah bibit. Ketika SD, saya kerap mencoba menanam sesuatu dan sempat terobsesi dengan yang namanya berkebun. Tapi, mungkin karena tidak tahu tekniknya dan asal menanam, beberapa bibit tanaman yang saya tanam tidak tumbuh dengan sempurna. Maklumlah, masih bocil dan saat itu tidak ada yang mengajari cara menanam pohon yang baik dan benar. Meskipun begitu, beberapa pohon bunga yang saya tanam ada yang masih terus tumbuh hingga sekarang *bangga. 

Mungkin karena kesukaan menanam dan melihat pohon tumbuh itulah yang membuat hati saya hancur ketika menonton film The Lorax. Ketika pertama kali nonton, saya sempat menangis terharu di engdingnya. Saya juga ngefans berat sama karakter Ted dalam film itu dan masih hafal lagu "Let It Grow" sampai sekarang.

Gambar 3: quote favorite saya dari tokoh Lorax yang ia katakan pada tokoh Ted

Wah, saya ngelantur lagi tentang film favorit saya itu :)

Balik lagi tentang tanam-menanam pohon. Fakta uniknya, saya akhirnya bisa benar-benar menanam pohon dengan lebih proper, bahkan melibatkan cukup banyak orang untuk melakukan hal yang sama pada sebuah event yang saya inisiasi. 

Pada tahun 2019, saya ditunjuk untuk menjadi seorang project officer. Jabatan dan momentum itu saya manfaatkan untuk menginisiasi suatu kegiatan yang ingin saya lakukan. Awalnya, saya dan tim berniat melakukan kegiatan menanam mangrove, mengingat Bali punya banyak pantai yang berpotensi untuk menjadi ladang tumbuhnya mangrove. Namun, setelah melakukan survey lokasi, pantai-pantai yang kami targetkan sebagai lokasi penanaman bukanlah pantai yang memenuhi kriteria untuk bisa ditanami mangrove. Baru saat itu saya tahu bahwa mangrove juga tidak bisa asal ditanam di pinggir pantai mana saja. 

Setelah melakukan diskusi dan berdasarkan beberapa pertimbangan, kami pun merencanakan kegiatan menanam pohon. Untuk mengetahui daerah mana yang perlu ditanami pohon, saya menghubungi Ketua Dinas Lingkungan Hidup di kabupaten tempat saya tinggal. Proses komunikasi dengan beliau berjalan dengan lancar, hingga akhirnya kami menemukan lokasi yang cocok.

Kegiatan menanam pohon yang kami namai "Jayanti Bali (Jaga Hayati Bali)" itu pun dilaksanakan di sebuah desa yang bernama Desa Cebok. Baik kepala desa maupun pemuda yang ada di sana begitu antusias menyambut kami dan ikut serta memeriahkan semua rangkaian kegiatan dari awal sampai akhir.

Gambar 4: Dokumentasi penyerahan bibit pohon pertama yang akan ditanam kepada perwakilan Kepala Desa Cebok (Kebetulan kepala desa yang asli tidak bisa datang pada hari-h, tapi sangat kooperatif ketika persiapan)


Fast foward pada pelaksanaan kegiatan, saya dan tim berhasil mengadakan kegiatan menanam pohon yang melibatkan sekitar 50 orang, termasuk pemuda setempat, siswa-siswi dari beberapa SMA, dan volunteer dari tingkat universitas.

Gambar 5: Dokumentasi kegiatan menanam pohon dan foto bersama pemuda Desa Cebok dan volunteer.


Cerita tersebut merupakan awal yang membuat saya semakin ingin mengenal hutan dan ingin berdampak baik #UntukmuBumiku.   


Semakin Mengenal Hutan

Pada bagian ini, saya akan bercerita tentang perjalanan saya di beberapa jenis hutan di Kalimantan. Tahun 2021 kemarin, saya terpilih menjadi salah satu dari 76 mahasiswa yang berkesempatan untuk melakukan field trip melalui program Youthcamp for Future Leader on Environment yang diadakan oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Kementerian Keungan. 

Terdapat 4 lokasi field trip yang bisa dipilih salah satunya saja untuk dikunjungi. Saat itu, saya tanpa ragu memilih Kalimantan karena penasaran dengan alam di sana yang katanya dipenuhi oleh hutan. Dan benar saja. Pengalaman berharga yang saya dapatkan di sana membuat saya semakin menyadari bahwa #HutanKitaSultan. 

Saya akan bercerita beberapa fakta menarik tentang hutan-hutan yang kita miliki. Kita punya begitu banyak hal yang perlu dilindungi dan menurut saya merupakan salah satu hal yang menjadikan #IndonesiaBikinBangga. 

Cerita Pengalaman Ekowisata di Hutan Mangrove 

Ingat cerita tentang rencana saya untuk menanam mangrove yang batal di tahun 2019? Saya enggak pernah berekspektasi kalau keinginan itu akan terwujud dalam waktu yang cukup cepat, mengingat setelah tahun 2019 kita dihantam pandemi yang membatasi aktivitas fisik kita. Pada tahun 2021, ketika masa-masa new normal-nya pandemi, saya berangkat field trip ke Balikpapan, Kalimantan Timur. Salah satu rangkaian kegiatannya adalah mengunjungi Pusat Mangrove Graha Indah yang menjadi lokasi saya mendapatkan kesempatan untuk menanam mangrove untuk pertama kalinya. Yeay!!

Gambar 6: Dokumentasi kegiatan menanam mangrove di Pusat Mangrove Graha Indah Balikpapan

Oh ya, ada beberapa fakta penting yang perlu kita ketahui tentang hutan mangrove. Hutan mangrove sendiri merupakan ekosistem yang sangat penting untuk dijaga karena memiliki berbagai manfaat. Beberapa di antaranya:
  • Mencegah terjadinya erosi dan abrasi di pesisir pantai karena adanya gelombang dan pasang-surut air laut.
  • Hutan mangrove merupakan habitat bagi berbagai spesies, seperti udang, kepiting, ikan, bahkan burung.
  • Hutan mangrove mampu menyerap dan menyimpan karbon tiga kali lebih efektif dari hutan terestrial dan pegunungan, sehingga bisa menjadi salah satu cara untuk menanggulangi pemanasan global.
Selain itu, ada fakta unik di Pusat Mangrove Graha Indah. Ketika kami menyusuri kawasan hutan mangrove, kami sempat berhenti sebentar untuk melihat para bekantan bergelantungan di pohon mangrove. Bekantan sendiri merupakan hewan endemik Kalimantan yang terancam punah. Di Indonesia, monyet berhidung panjang itu hanya bisa ditemukan di Kalimantan. 

Gambar 7: Satu-satunya foto bekantan yang paling jelas tertangkap di handphone ketika sedang menyusuri hutan mangrove

Perjalanan Menjelajahi Hutan Lindung Sungai Wain

Pergi ke Kalimantan rasanya tidak akan pas jika belum menjelajahi hutannya. Beruntunglah saya karena bisa ikut menjelajahi Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) ketika pergi ke Balikpapan. Meskipun hanya mengikuti jalur tracking yang bisa dikatakan masih di "permukaan" hutan, tetapi perjalanan itu membuat saya sadar akan betapa luasnya HLSW itu dan sekali lagi meyakinkan saya bahwa #HutanKitaSultan. 

Selama di perjalanan, kami didampingi oleh seorang pemandu yang siap menjelaskan dan menjawab segala rasa penasaran kami terhadap apa pun tentang HLSW dan seisinya. Selain itu, saya pikir pemandu juga bertugas untuk memastikan bahwa kita disiplin dan mengikuti aturan yang sudah di-briefing sebelumnya. Selama memasuki kawasan hutan, kami diminta untuk tidak mengikuti atau membuat-buat suara binatang karena takut mengganggu binatang-binatang aslinya. Selain itu, kami juga dilarang memetik apapun itu dengan sembarangan agar semua yang ada di dalam hutan lindung itu tetap terjaga. 

Menariknya, HLSW ini adalah hutan yang sangat-sangat kaya. Berikut adalah daftar kekayaan yang dimiliki oleh HLSW, diambil dari laporan yang dirilis oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).


Gambar 8: Sumber data diambil dari laporan YKAN.

Saat tracking, yang kami lihat secara langsung hanya serangga-serangga berukuran lebih besar daripada yang sering saya lihat. Di jalur tracking kami sering berpapasan dengan semut yang ukurannya jumbo dan sempat juga bertemu ulat kaki seribu yang panjang dan besar banget, sedangkan hewan besar, seperti orang utan hanya kami dengar suaranya dari kejauhan, begitupun dengan burung-burungnya yang kerap bernyanyi di dahan pohon yang sangat tinggi. Kami juga tidak terlalu berekspektasi untuk bertemu langsung dengan macan atau buaya. Takut, heheh.

Untuk pepohonannya sendiri, kami banyak mendapati pohon ulin yang merupakan tanaman khas Kalimantan. Pohon ulin juga dikenal banyak khasiatnya dan manfaatnya. Dari segi kesehatan, teh kayu ulin dapat mencegah berbagai penyakit jantung. Selain itu, pohon ulin juga sering dimanfaatkan untuk dijadikan furnitur karena karakteristiknya yang tahan rayap dan sangat keras. Saking kerasnya, kayu ulin kerap disebut-sebut sebagai kayu besi. 

Gambar 9: Beberapa hal yang kami temukan selama perjalanan tracking.

Mungkin sampai di sini dulu cerita tentang perjalanan saya di hutan. Selanjutnya, saya akan mengajak para pembaca sekalian untuk fokus membahas hutan saja. Let's gooo~ siap-siap buka mata dan pikiran kalian.

Semakin Mengenal Hutan: Apa yang Mengancam Hutan Kita?

Oke, sekarang kita sampai pada bahasan yang agak lebih serius. Cukup cerita tentang saya di hutan, sekarang kita akan bahas tentang hutan kita saja. 

Terlepas dari segala keindahan, kekayaan, dan segala hal yang disimpan oleh hutan kita, ada hal lain yang perlu untuk kita tahu: ancaman yang mengintainya. Pertama-tama, mungkin kita bahas dulu dari mana datangnya ancaman-ancaman tersebut.

Dari kita.

Atau mungkin, beberapa dari kita. Tapi intinya, ada berbagai aktivitas manusia yang mengancam hutan. 
Gambar 10: Data diambil dari laporan Mangrove generation


Setelah melihat data di atas, coba tebak, kira-kira penyebabnya apa saja?

Aktivitas manusia.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Mangrove Generation, 40% mangrove Indonesia telah hancur selama 30 tahun terakhir yang utamanya disebabkan oleh budidaya udang di sekitar hutan mangrove. Untuk beberapa orang yang tinggal dekat pantai, hutan mangrove dianggap memakan terlalu banyak tempat. Akhirnya, hutan pun ditebang dan kerap dilakukan secara ilegal dan kemudian digunakan untuk budidaya udang intensif atau untuk menanam kelapa sawit.

Bahkan, faktanya, tambak udang itu berbahaya bagi lingkungan. Kenapa? karena ada penggunaan bahan kimia dalam proses mengontrol kualitas air dan merawat ikan, sedangkan hutan mangrove sendiri terbiasa akan proses alami.

Belum lagi aktivitas eksploitasi berlebihan, baik menebang maupun memancing dalam jumlah yang bisa membahayakan keanekaragaman dan keseimbangan ekosistem. Semua itu menjadi faktor penyebab hancurnya hutan mangrove kita.

Lalu, 30% limbah tidak dikumpulkan di Indonesia dan sampah plastik sering berakhir di sungai. Limbah-limbah tersebut bisa tersangkut di mangrove yang tentunya tidak baik untuk ekosistem yang hidup di dalamnya.

Hal mengkhawatirkan lainnya adalah fakta bahwa kenaikan air laut 25% lebih cepat antara tahun 2004 dan 2015 dibandingkan antara 1993 dan 2004. Meskipun mangrove terbiasa dengan gelombang laut, tetapi akan mengkhawatirkan jika tidak ada ruang untuk menghindari kenaikan gelombang itu. Mangrove tidak bisa bergerak jika tumbuh di sekitar perkotaan, jalan, tempat parkir, dan sebagainya. Mangrove sulit untuk tumbuh di lingkungan yang kompleks.

Kemudian, ingat fakta bahwa mangrove bisa menyimpan dan menyerap karbon dengan sangat efektif? sayangnya, 2% dari karbon yang tersimpan di hutan mangrove telah hilang antara tahun 2000 dan 2012. Jika dilihat dengan lebih dekat, angka 2% itu sebenarnya adalah karbon sebanyak 316 juta ton CO2 yang hampir setara dengan emisi CO2 Inggris di tahun 2016. 

Melihat berbagai manfaat yang dimiliki mangrove, tapi masih saja membuatnya begitu terancam, maka enggak mengherankan ketika Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno menyebutkan bahwa kawasan hutan mangrove adalah salah satu ekosistem paling produktif, tetapi juga sekaligus paling terancam di dunia.

Lalu, bagaimana dengan hutan primer kita?

Mari kita simak data yang dipulikasikan oleh World Recources Institute berikut:

Gambar 11: Data diambil dari WRI Indonesia

Indonesia pada tahun 2020 menempati posisi ke-4 sebagai negara yang kehilangan hutan primer tertinggi. Turun satu peringkat dari tahun sebelumnya. Meskipun begitu, data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih harus terus berupaya dalam menjaga hutan primernya. 

Penyebab sekaligus ancaman terbesar yang membuat hilangnya tutupan pohon baik primer maupun sekunder adalah deforestasi yang didorong oleh produksi komoditas. Adapun kebakaran hutan yang merupakan salah satu dari dampak perubahan iklim berperan signifikan dalam menyebabkan hilangnya tutupan pohon. 
Gambar 12: Data diambil dari WRI Indonesia

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat kehilangan hutan primer di Indonesia mengalami penurunan selama empat tahun terakhir. Bahkan, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan Republik (KLHK) Indonesia mengumumkan bahwa laju deforestasi Indonesia turun 75,03% pada periode 2019-2020. 

Sekilas, mungkin kita melihat bahwa ada harapan dengan adanya data tersebut. Namun, sebenarnya masalah yang telah kita buat terkait deforestasi masih memberikan PR hingga saat ini. Kita masih harus menghadapi tantangan dalam merehabilitasi hutan. Dilansir dari Good News From Indonesia, kita masih harus merehabilitasi hutan seluas 14 juta hektare. Di sisi lain, kemampuan pemerintah dalam merehabilitas hutan tidak lebih dari 250.000 hektare per tahun. Sementara itu, laju deforestasi masih tinggi, yakni sebesar 450.000 hektare per tahun. 

Melihat ancaman-ancaman yang mengintai hutan kita, sepertinya kita tidak bisa berdiam diri dan hanya mengandalkan pemerintah saja, kan?

Mari kita lanjutkan tulisan ini dengan membahas tentang kita.  

Mulai Menjaga Hutan: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

#TeamUpforImpact

Yup, kita harus jadi satu tim yang berpihak pada hutan dengan melakukan berbagai upaya yang bisa kita lakukan masing-masing untuk menjaga dan melestarikannya. Caranya?

1. Mulai dengan kesadaran diri. Ketika sedang menjelajahi hutan misalnya, jangan buang sampah sembarangan, jangan asal memetik atau mencabut tanaman, pokoknya jangan sembarangan! Langkah yang dimulai dari diri sendiri itulah yang kemudian bisa mengantarkan kita menuju langkah dan dampak yang lebih besar.

Gambar 13: Gambar ilustrasi dari dokumentasi pribadi ketika mengunjungi Tahura (Taman Hutan Raya) Ir. H. Djuanda, Bandung

2. Sebarkan rasa kesadaran dan kepedulian ke lingkungan sekitarmu. Keluarga, teman, atau kerabat adalah beberapa orang terdekatmu yang bisa diajak untuk ikut sadar dan peduli. Saya ingat sekali, ketika saya melakukan aksi penanaman pohon, saya mengajak keluarga saya untuk ikutan. Ketika saya terpilih untuk menjadi YoungVironMen (sebutan untuk mahasiswa-mahasiswa yang terpilih dalam program Youthcamp), saya sempat mengajak kedua orang tua saya berdiskusi tentang tujuan dan urgensi dari diadakannya program tersebut, yang mana adalah untuk meningkatkan kesadaran pemuda akan lingkungan. Hingga saat ini, saya masih berusaha meng-influence orang-orang terdekat saya untuk mencoba sadar dan peduli. 

Gambar 14: Saya dan teman-teman sekelas yang saya ajak untuk ikut kegiatan menanam pohon


3. Ikuti dan dukung kegiatan pelestarian hutan. Pada tahapan ini, kita sudah harus ikut berdampak secara kolektif dengan banyak orang atau memulai dampak itu sendiri dengan melibatkan lebih banyak orang. Saya sendiri melakukan hal itu, salah satunya ketika menggelar acara menanam pohon. Ketika kuliah pun, saya sempat ikut acara menanam pohon sebagai peserta. Hingga kini, saya akan sangat bersedia jika diajak untuk ikutan kegiatan serupa, atau jika punya kesempatan untuk menggelarnya. Intinya, kita bisa melibatkan orang-orang, atau ikut terlibat bersama mereka.

Gambar 15: Ikut merayakan Earth Day 2022 dengan menanam pohon di kawasan Jatinangor, Sumedang


Melalui 3 langkah itu yang dimulai dari diri sendiri, kemudian diri sendiri dan lingkungan terdekat, hingga diri sendiri dengan banyak orang, kita bisa meninggalkan jejak dampak yang baik untuk hutan kita! 

Oleh karena itu, mari kita #TeamUpforImpact untuk hutan kita, agar ke depannya kita bisa terus mendengar nyanyian alam, melihat keindahannya, dan merasakan manfaatnya untuk hidup kita bersama. 

Oh ya, walaupun tulisan ini sudah selesai sampai di sini, lagu #DengarAlamBernyanyi boleh diputar terus, ya! ;) 

See you on the next journey!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages