Di tengah rimbunnya hutan Kalimantan, hiduplah Masyarakat Adat dengan landasan filosofi ‘gunung adalah ibu, hutan adalah air susu ibu dan air untuk kehidupan’. Hutan-hutan di sana tak ada yang rusak, sungai mengalir jernih, dan masyarakat hidup selaras dengan alam.
Mereka adalah Masyarakat Mului. Apresiasi dan pola hidup yang selalu menjaga lingkungan sekitar telah membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari secara berkelanjutan. Bertani, berkebung, berburu dan meramu adalah cara mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Kepala Masyarakat Hukum Adat (MHA) Mului Jidan dari Kampung Mului (Foto: DPMPD Kaltim) |
Selain Masyarakat Mului, di Sulawesi pun terdapat masyarakat adat dengan filosofi yang mirip. Seorang perempuan dari Desa Marena pernah melontarkan ucapan, 'Hutan adalah makanan kami, air adalah darah kami dan batu-batuan adalah tulang kami’ pada sebuah pertemuan antara Masyarakat Adat Marena dan jejeran pemerintah.
Filosofi hidup yang memandang lingkungan dan seluruh isi alam sebagai penopang hidup dan patut untuk dihargai serta dijaga sudah menjadi cara hidup sebagian besar Masyarakat Adat yang ada di Indonesia. Selain itu, berbagai kearifan lokal maupun tradisi yang sering erat kaitannya dengan Masyarakat Adat merupakan contoh baik bagaimana budaya dan cara berpikir mereka telah berkontribusi besar dalam pelestarian lingkungan.
Lalu, siapakah Masyarakat Adat Indonesia?
Mengenal Arti Masyarakat Adat di Indonesia
Berdasarkan definisi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantaran (AMAN), terminologi “Masyarakat Adat” yang merupakan terjemahan dari “Indigeneous Peoples” merupakan kelompok masyarakat dengan sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat mereka secara turun-temurun. Selain itu, Masyarakat Adat mempunyai kedaulatan atas wilayah serta kehidupan sosial-budayanya.
Kedaulatan tersebut meliputi hak atas tanah dan kekayaan alamnya, kehidupan sosial-budaya yang mereka atur dengan hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan hidup masyarakat adat sebagai komunitas adat.
Memiliki keterkaitan secara sejarah dan asal-usul itulah yang kemudian membuat Masyarakat Adat memiliki connectedness. Masyarakat adat memiliki keterikatan yang kuat dengan pencipta, leluhur, semester atau bentang alam, bahkan dengan sesama manusia melalui kekerabatan dan mahkluk lain yang terlihat maupun tidak terlihat yang dipercaya memiliki roh.
Keterikatan itu adalah ikatan batin. Kekuatan ikatan batin antara Masyarakat Adat dengan wilayah adatnya kemudian telah membentuk kosmologi, yaitu budaya serta kehidupan spiritual yang mereka miliki dengan alam.
Dengan adanya kosmologi tersebut, pandangan dunia secara menyeluruh yang dimiliki oleh Masyarakat Adat menjadi kekuatan mereka dalam menjaga bumi, melindungi hutan, serta tidak merusak apapun yang telah alam berikan untuk menopang hidup mereka.
Hal itu terbukti dengan kemampuan Masyarakat Adat untuk bertahan di tengah krisis iklim atau bahkan pada saat pandemi Covid-19 melanda. Kemampuan untuk hidup selaras dengan alam tentunya telah melindungi mereka dari dampak kerusakan lingkungan. Partisipasi mereka dalam menanggulangi dampak perubahan iklim pun menjadi sangat penting.
Lalu pada saat terjadi pandemi Covid-19, banyak wilayah dengan Masyarakat Adat yang tidak terjamah oleh virus. Di Kampong Mului misalnya, tidak ada masyarakat yang terkena Covid-19. Warganya jarang sakit dan penyakit terparah yang pernah dialami beberapa orang di Kampong Mului adalah malaria.
Namun, terlepas dari kemampuan bersahabat dengan alam yang dimiliki oleh masyarakat adat, nyatanya ada berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi. Di atas tanah Indonesia ini, beberapa Masyarakat Adat harus menghadapi beragam konflik yang mengancam eksistensi mereka.
Konflik Tenurial di Wilayah Adat
Setidaknya terdapat 50 juta orang yang bermukim di sekitar kawasan hutan Indonesia. Selain itu, lebih dari 33 ribu desa berbatasan dengan kawasan hutan. Namun, ketidakpastian pada area kawasan telah menimbulkan konflik tenurial (lahan) yang melibatkan berbagai pihak berkepentingan, termasuk Masyarakat Adat.
Data konflik tenurial di wilayah adat/provinsi (Sumber: AMAN) |
Kriminalisasi dan Kekerasan terhadap Masyarakat Adat
Konflik-konflik yang bermunculan serta lemahnya perlindungan hukum bagi Masyarakat Adat telah menimbulkan masalah lain, yakni kriminalisasi dan kekerasan. Berikut adalah data tindak kriminalisasi dan kekerasan yang terjadi pada Masyarakat Adat yang terjadi selama pandemi Covid-19 pada tahun 2020.
Data kriminalisasi dankekerasan terhadap Masyarakat Adat tahun 2020 (Sumber: AMAN) |
Pentingnya Pengesahan RUU Masyarakat Adat
Pentingnya peranan Masyarakat Adat sebagai salah satu bagian dari garda terdepan dalam perlindungan alam dan penanggulangan dampak kerusakan lingkungan membuat masyarakat adat juga memerlukan perlindungan hukum.
Salah satu bukti pentingnya masyarakat adat untuk lingkungan adalah kemampuan mereka dalam menghentikan penurunan tutupan hutan hingga 34,6%. Hal itu membantu memenuhi target NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia, yang merupakan rencana aksi dalam menurunkan emisi dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
Oleh karena itu, pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai payung hukum serta pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat menjadi hal yang penting. Pengesahan itu juga akan menghindari tumbuhnya praktik-praktik korupsi investasi pada sumber daya alam.
Tidak hanya sampai di sana, pengesahan RUU Masyarakat Adat juga penting dalam memastikan perlindungan serta pemenuhan hak-hak perempuan adat. Dalam hal ini, pemenuhan hal pada konteks negara maupun Masyarakat Adat. Tak jarang, tradisi menjadi pembenaran atas tindak kekerasan dan diskriminasi pada perempuan adat.
RUU Masyarakat Adat perlu menjadi landasan hukum yang kemudian mampu mengikat negara, investasi, dan Masyarakat Adat. Lebih dari itu juga dapat memastikan interaksi dan praktik di antara ketiganya berdasarkan Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Perempuan.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Untuk menumbuhkan kesadaran kita akan pentingnya melestarikan kearifan lokal Masyarakat Adat dalam perlindungan lingkungan, terdapat beberapa hal yang bisa kita lakukan.
Pertama, tentunya dengan mulai membaca dan mempelajari tentang keberadaan dan kebudayaan masyarakat adat di sekitar kita. Dengan begitu, kita bisa merasa lebih dekat dan mungkin bisa menemukan kesamaan dari segi budaya atau cara hidup.
Kedua, jadilah bagian dari suara yang memperjuangkan perlindungan kepada Masyarakat Adat. Cara untuk bersuara pun bisa kita lakukan dengan berbagai cara, menyesuaikan dengan kemampuan atau minat. Jika kamu suka menulis, cobalah untuk membuat suatu tulisan tentang Masyarakat Adat. Jika kamu memiliki platform yang besar untuk menyebarkan kesadaran terkait Masyarakat Adat, buatlah konten dan sebarkan di platform itu.
Ketiga, dan ini bukanlah cara terakhir, melibatkan diri secara langsung pada kegiatan yang berdampak baik untuk Masyarakat Adat. Salah satunya adalah dengan menjadi relawan. Sebagai referensi, kamu bisa membaca beberapa kisah relawan AMAN di sini.
Tentunya, kita bisa terus berkreasi dan berdampak baik dengan karya. Beberapa langkah di atas hanyalah beberapa dari banyaknya tindakan yang bisa kita lakukan untuk bisa berkontribusi baik bagi Masyarakat Adat di Indonesia.
#EcoBloggerSquad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar