Karena sangat sayang kalau didiemin di dalem folder, mending posting aja. Yuk, baca ^^
Pelangi Tanpa
Warna
“Kakak, apa saja
warna yang ada pada pelangi?” tanya seorang gadis kecil berumur tiga belas
tahun dengan diiringi seuntai senyum tulus yang menghiasi bibirnya. Serangkaian
kata yang berujung pada tanda tanya itu telah mampu membuat lelaki berumur lima
belas tahun bergetar hatinya dan tak tahu harus mengatakan apa.
Tidak, lelaki
itu tentu tidak sebodoh yang kau pikirkan,
karena ia tak bisa menjawab pertanyaan gadis kecil mengenai warna
pelangi. Namun, dirinya duduk mematung tanpa bisa mengatakan apapun karena
gadis kecil yang merupakan adiknya itu, selalu memiliki harapan untuk bisa
melihat pelangi, walaupun indra penglihatannya mustahil untuk melakukannya.
Tetesan demi
tetesan air berjatuhan. Keyla dan kakaknya, Rendy tengah duduk di teras rumah
sembari menikmati ketenangan dari suara hujan, yang bagaikan buliran air surga
berjatuhan dan menciptakan nada indah saat membentur tanah.
Saat hujan, hawa
dingin menjalari seluruh tubuh kakak beradik yang hanya bisa terduduk dalam
diam. Salah satunya menunggu jawaban, sedangkan yang satunya lagi tenggelam
dalam pikirannya sendiri dengan diliputi oleh rasa bersalah yang mendalam.
“Kakak, kenapa
tidak menjawab? Kakak masih di sini, kan?” tanya Keyla dengan tangan yang mulai
berkeliaran ke mana-mana untuk memastikan bahwa masih ada seseorang bersamanya.
“Iya, aku masih di sini.” Rendy meraih tangan adiknya dengan tatapan nanar.
Melihat seulas senyuman yang tersungging pada wajah adik kecilnya itu, membuat
hatinya terasa semakin sakit. Kesedihan, kepedihan, dan semua penderitaan yang
dialami oleh Keyla, semuanya ada di balik senyumannya itu.
“Warna
pelangi…,” Rendy merasa pandangannya memburam karena air mata yang membendung
di pelupuk matanya. Perlahan, masa lalu menghampiri benaknya. Membalut segala
hal yang ada dalam pikirannya, dan membawanya kembali menuju kejadian enam
tahun yang lalu. Kejadian itu membuatnya dibenci oleh ayah kandungnya sendiri.
“Keyla! Ayo
pergi ke taman!” tiba-tiba sebuah peristiwa di masa lalu berputar kembali dalam
benak Rendy. Kejadian tersebut berawal dari dirinya sendiri yang berseru kepada
Keyla sambil berlari kecil dan menebarkan senyum lebar. “Tunggu aku, kakak!”
Keyla ikut berseru sembari menyusul kakaknya. Pada saat itu, Keyla kecil masih
bisa melihat indahnya dunia.
Sembari
bersenandung kecil, mereka berdua lalu berjalan beriringan menuju taman. Saat
itu hujan baru saja berhenti, dan tergantikan oleh berkas-berkas cahaya
matahari yang samar-samar menembus awan mendung di atas sana.
“Keyla, aku
yakin, sebentar lagi pasti akan ada pelangi. Itulah kenapa aku mengajakmu pergi
ke taman. Biasanya pelangi akan tampak lebih indah di sana.” ucap Rendy sembari
menggenggam tangan mungil adiknya. “Benarkah? Memangnya apa itu pelangi?” tanya
Keyla seraya menatap kakaknya dengan mata berbinar, bagai bias cahaya matahari
yang mengenai permukaan danau.
“Kau akan
melihatnya nanti.” sahut Rendy, tak lupa dengan senyuman yang masih melekat
pada wajahnya.
Mereka pun
berjalan menuju taman yang kini jaraknya
tak terlalu jauh dari tempat mereka berpijak. Dan pada saat mereka sampai, Rendy
hanya bisa memberikan senyuman kepada adiknya
yang terlihat bingung karena tak melihat apapun.
Saat itu, lengkungan
berwarna-warni yang tidak berujung tak menghiasi langit sehabis hujan. Padahal Rendy
begitu ingin menunjukkan keindahan pelangi pada adik kecilnya, dan begitu yakin
kalau hari ini akan muncul pelangi di langit.
“Kurasa kita
harus menunggu.” Rendy dan Keyla pun menunggu dan terus menunggu. Sudah hampir
satu jam mereka menunggu, dan sempat menikmati kehangatan sinar mentari di
siang hari untuk sesaat. Namun, tiba-tiba awan kelabu kembali menutupi seluruh
langit biru dan akhirnya, hujan kembali turun dan membuat mereka basah kuyup.
Satu hal penting
yang sebenarnya tak diketahui oleh Rendy, yaitu pelangi tak akan muncul di
siang hari. Garis melengkung yang indah itu biasanya akan muncul di pagi atau
di sore hari.
“Kakak,
sebaiknya kita pulang saja.” kata Keyla walaupun diliputi oleh sebersit rasa
kecewa. Rendy mengangguk, dan juga merasa kecewa. Terlebih, saat dirinya
menyadari bahwa yang ia katakan mengenai pelangi, tak dapat ia buktikan dengan
baik kepada Keyla.
Rendy dan Keyla
berlarian untuk kembali menuju rumah dengan cepat walaupun harus diguyur hujan.
Sampai akhirnya, mereka harus menyeberangi jalananan lengang. Karena biasanya
sedikit kendaraan yang melewati tempat itu, jadi mereka menyeberang tanpa
menoleh sedikitpun atau secara sembarangan. Namun, maut memang selalu datang
dengan tiba-tiba, dan di mana saja.
Tepat pada saat
itu, sebuah mobil melaju melewati jalan yang mereka sebrangi. Rendy sudah
berada di ujung jalan, dan tanpa ia sadari, ternyata Keyla masih jauh di
belakangnya. Keyla pun berlari untuk menyeberang. Dan saat ia berada pada
langkah ke empat, sebuah mobil sedan berwarna hitam menabraknya. Seketika saat
itu juga, dunia serasa berhenti. Rendy merasa jantungnya tak lagi berdetak.
Mengingat
kejadian tersebut, membuat Rendy tak berani membicarakan apapun mengenai
pelangi. Semua hal mengenai pelangi, akan membawanya menuju bayang-bayang saat
kecelakaan yang dialami adiknya. Entah kenapa, kecelakaan itu membuat adiknya
tak bisa lagi melihat apapun. Namun satu hal yang disyukuri oleh Rendy.
Setidaknya, adiknya masih bisa bernafas walaupun harus hidup dalam kegelapan.
“Kakak, aku
sangat penasaran dengan pelangi. Kau bilang itu berwarna, kau bilang itu
melengkung dan tanpa ujung.” kata Keyla dan seketika membuyarkan lamunan senyap
Rendy.
“Merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, ungu.” akhirnya Rendy berhasil mengucapkannya,
walaupun dengan nada setengah melamun.
Keyla semakin
melebarkan senyumannya setelah mendengar jawaban dari kakaknya. “Baiklah,
terima kasih, kakak.” ucap Keyla.
Rendy menatap
adiknya dengan sedikit heran. Ia tak tahu mengapa adiknya itu berterima kasih
kepadanya. Pada saat Rendy membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, adiknya
tiba-tiba saja berkata, “Keyla sering bermimpi akhir-akhir ini. Keyla
memimpikan sesuatu yang melengkung di langit dan tidak memiliki ujung. Keyla
berpikir bahwa itu adalah pelangi. Namun, sesuatu yang melengkung itu tidak
memiliki warna, sedangkan kakak berkata, kalau pelangi itu memiliki warna.”
“Keyla, maafkan
kakak…, seharusnya kau membenciku.” kata Rendy dengan suara bergetar. Air mata
telah menyeruak dan membasahi pipinya. Penyesalan meluap begitu saja, dan Rendy
merasa tak akan bisa menahan semua rasa bersalahnya untuk selamanya.
Keyla
menggelengkan kepalanya dengan tatapan kosong, namun bibir yang tersenyum.
“Tidak, kakak. Terima kasih, karena sekarang Keyla akan bisa melihat pelangi
yang sesungguhnya, walaupun dalam mimpi Keyla. Jadi, kakak tidak usah merasa
bersalah.” Gadis itu berkata dengan polosnya. Mendengar hal itu, membuat Rendy
merasa semakin bersalah, karena menyadari sebuah kenyataan bahwa adiknya
hanya bisa melihat sesuatu, hanya
melalui mimpinya saja.
“Kakak,”
tiba-tiba Keyla berkata dengan suara selembut sutra. Membuat pandangan Rendy
hanya tertuju pada Keyla saja. “Jika aku mengagumi pelangi yang muncul setelah
hujan, seharusnya aku bisa mencintai sesuatu sekali lagi setelah aku mengalami
rasa sakit, bukan?”
Yang dikatakan
oleh Keyla memang benar. Namun hal itu
tak sepenuhnya membuat Rendy merasa terhempas dari beban berupa penyesalan dan
rasa bersalah. “Keyla, kau buta karena kakak. Kau begini karena kakak.”
“Tapi kak, orang
buta masih bisa melihat di setiap mimpi mereka. Orang yang tak bisa berbicara
bisa mengatakan sesuatu melalui bahasa tubuh. Orang yang tak bisa mendengar
bisa mengetahui lawan bicaranya berbicara apa melalui gerakan mulut orang lain.
Semua orang disabilitas, semuanya memiliki harapan. Semua orang di dunia ini,
punya harapan, kak. Tuhan menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing.”
Kali ini Rendy
hanya bisa terdiam karena kata-kata yang dilanturkan oleh adiknya sendiri.
“Kakak, jangan
merasa bersalah lagi. Aku tidak apa-apa. Jangan menangis.” entah karena ikatan
batin, atau Keyla bisa merasakan isak tangis kakaknya, gadis itu berusaha menenangkan Rendy agar tidak
menangis.
“Berjanjilah
padaku, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas semua kejadian di masa
lalu.” Keyla mengacungkan jari kelingkingnya. Perlahan, seulas senyuman mulai
tersungging pada wajah Rendy. Lelaki itu pun mengaitkan jari kelingkingnya
dengan jari kelingking adiknya, lalu berjanji.
“Tetap berada di
samping Keyla, itu sudah lebih dari cukup. Jadi jangan pernah pergi, agar Keyla
tidak sendiri. Jika kakak pergi, maka pelangi Keyla tak akan berwarna lagi.”
ucap Keyla seraya berjanji.
Tepat pada saat
jari kelingking mereka saling terkait, seberkas cahaya matahari menerangi
pekarangan rumah. Hujan sudah mulai mereda. Awan kelabu yang menaungi permukaan
bumi perlahan memudar. Namun sebelum langit biru menyingkirkan seluruh awan
kelabu, sesuatu berwarna-warni menghiasi panorama di sore hari.
Pelangi muncul,
tepat di depan Keyla dan Rendy saat ini tengah duduk. Warnanya sangat indah.
Walaupun Keyla tak dapat melihatnya, namun dapat ia pastikan, malam ini ia tak akan
memimpikan pelangi tanpa warna lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar