Oke, selamat membaca aja dehh.. karena nih cerpen bukan cerpen hasil kegagalan, so aku gak banyak ngomong dan basa-basi.
Future
Friend
“Kebahagiaan
itu akan datang pada waktunya.” Ujar seorang wanita dengan seulas senyum yang
selalu mengiringi setiap patah katanya. Gadis kecil yang sedang duduk di
pangkuannya juga ikut tersenyum, seolah merasa kebahagiaan telah datang saat
ini juga.
Dengan
penuh kasih sayang, wanita itu membelai-belai helaian rambut gadis kecil yang masih dengan tenangnya duduk
di pangkuannya. “Kurasa… aku sudah bahagia sekarang.” Kata si gadis kecil, dan
beranjak dari pangkuan wanita yang menggunakan terusan berwarna putih, dengan
rambut hitam panjang yang menjuntai liar. Gadis kecil itu juga menggunakan
pakaian yang senada. Rambut lurus, dengan panjang sebahu itu melambai-lambai,
ditiup terpaan angin yang tiada hentinya.
Mata
bulatnya menatap lurus-lurus wanita di depannya. “Jangan pergi… kebahagianku
juga akan pergi jika kau pergi…” perlahan, pandangan gadis kecil itu mulai
buram, karena air mata yang menggenangi pelupuk matanya. Tapi sebelum air mata
itu jatuh, dan mengenai tanah, wanita di depannya dengan segera mengusapnya
dengan kedua tangannya.
Sebuah
senyuman yang benar-benar dirindukan oleh gadis kecil itu, kembali ia lihat di
bibir wanita di depannya. Senyuman itu… si gadis kecil benar-benar ingin
melihatnya untuk selamanya.
“Tetaplah
bahagia... karena suatu saat, kau akan tau apa itu sebenarnya kebahagiaan.”
Terdengar
suara lirih, dari kata-kata terakhir seorang Ibu. Dan perlahan, semuanya lenyap
begitu saja. Bahkan, hanya ada kebisingan dari terpaan angin yang kini bagaikan
badai. Semuanya hilang, semuanya lenyap. Kini gadis kecil itu hanya sendiri,
meneteskan air mata, dan tak ada lagi yang dapat menyekanya.
Dirinya
tak berdaya. Air matanya yang meruak, dan mengalir begitu derasnya, tak akan
mengubah apapun. Tak akan. Desiran angin
yang begitu keras, telah menerbangkan secercah harapan bersama dengan cahaya
putih. Pergi, dan menghilang. Ia merasa dirinya bodoh, karena selalu berharap
untuk selalu bersama kebahagiaan. Kapanpun, dan dimanapun. Walaupun ia tau,
kebahagiaannya itu akan menghilang.
***
Dunia
pun seakan terbuka, dengan langit berwarna putih yang menyambut pandangan
pertama pada hari baru.
Juga,
mimpi kelam yang masih membekas dalam ingatan, dan membuatnya hanya bisa
meringkuk dalam kesendirian. Secerah apapun hari ini, hal itu tak akan
berpengaruh dengan perasaannya. Perasaan yang benar-benar membuatnya untuk
berhenti menunggu hal yang disebut, ‘kebahagiaan’.
“Clara! Cepat bangun…!”
terdengar suara nyaring seorang wanita yang memanggil namanya. Ia sangat ingin
bangkit dari tempat tidurnya, dan segera memeluk erat-erat sang pemilik suara
itu.
Tapi…
kegelapan dalam ruangan senyap ini, telah menyadarkannya, kalau suara itu hanyalah
ciptaan dari pemikirannya, yang terlalu berharap akan kebahagiaan yang tak
mungkin lagi untuk kembali.
Ia pun kembali meringkuk di atas tempat
tidurnya, dengan setetes air mata yang mulai membasahi pipinya. Dan untuk
kesekian kalinya, ia menjatuhkan air mata tanpa ada yang bisa menyekanya.
Kejadian
itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Dan kini, ia bukan lagi gadis kecil dengan
rambut sebahu.
2
hari lagi, ia berulang tahun dan menjadi remaja yang berumur 16 tahun. Namun,
ia ingin mengakhiri penantiannya pada saat ini juga. Ia tau, hidupnya akan
selalu seperti ini saja. Sendirian, tanpa seorang pun yang hidup dengannya.
Aku melihat ribuan orang, aku
bertemu dengan ratusan orang, tapi… tak ada satupun yang bisa bersamaku, bahkan
setidaknya bisa berbicara denganku. Hatinya selalu berkata
seperti itu. Sampai-sampai, semua kegelapan merasuki pikiran, dan hatinya. Tapi, untuk beberapa hari lagi, aku tak akan
melihat siapapun lagi. Aku tak akan menantikan, dan berharap apapun lagi.
Semuanya, akan berakhir saat itu juga.
Hal
bodoh mulai terbit dalam pemikirannya. Sekarang, ia hanya ingin memanfaatkan
hari minggu terakhirnya dengan bermalas-malasan di dalam kamarnya. Karena
kebetulan tak ada akifitas, ia pun kembali tertidur, dan membiarkan mimpi aneh,
maupun indah menghampiri tidur nyenyaknya.
***
Sepasang
kaki dengan sepatu tali berwarna hitam, lengkap dengan kaus kaki putih, berdiri
di atas sebuah gedung lantai 3. Sepasang kaki ini tampak gemetar.
Gadis
yang kini telah menjadi gadis berumur 17 tahun, Clara, telah berdiri dengan
kaki gemetaran di atas gedung sekolahnya. Dan juga, ia telah lengkap
menggunakan seragam sekolahnya.
Perlahan,
sekujur tubuhnya mulai gemetar. Seakan tak kuat lagi menghadapi kenyataan yang
menyakitkan.
Sepasang
tangan mulai terentang. Membentangi garis kehidupan yang menyakitkan. Kini, ia
telah berada di antara hidup dan mati. Hanya melangkah satu langkah lagi, maka
semuanya akan berakhir.
Sepasang
kaki itu terus gemetaran. Seakan tak bisa melangkah, walaupun hanya selangkah
saja. Karena, sejengkal saja ia melangkah, maka itu akan mendekatkannya dengan
akhir dari dunia ini.
Tak ada waktu lagi…
salah satu kaki itu mulai melangkah. Inilah…
saatnya! Hati kecilnya terus berteriak dan menjerit menyambut akhir dari
dunia ini.
Setelah
kaki itu melangkah, ia kini bisa merasakan desiran terakhir yang menerpa
wajahnya. Waktu seakan diperlambat saat seluruh tubuhnya akan menyentuh tanah
kematian. Tapi ia masih memejamkan matanya, menunggu waktu itu tiba. Tak peduli
dengan suara-suara aneh di bawah sana, dan jerit ketakutan yang mengiringi
akhir dari hidupnya.
Tapi…
kenapa temponya begitu lambat? Sepertinya tak memerlukan tempo selama ini untuk
terjun dari sebuah gedung lantai tiga. Apa yang terjadi?
Tiba-tiba,
ia merasa seluruh tubuhnya tertahan. Seakan, takdir tak membiarkannya untuk
berhenti sampai disini. Mata pun seketika terbuka untuk memastikan keadaan yang
membuatnya terpaku di udara, seakan hukum gravitasi tak berlaku lagi.
Kedua
mata itu terbelalak, begitu mengetahui gravitas telah berbalik. Ya, tubuhnya
tertarik ke atas, Kembali ke tempat semula. Namun, ini bukanlah sebuah anomali
ataupun semacamnya. Ini hanyalah sebuah permainan waktu. Tapi, Apa yang
sebenarnya terjadi? Mengapa… ia tak bisa berhenti sampai disini? Dunia ini
sedikit membingungkan. Seperti dunia fiksi yang membalikkan sebuah kenyataan.
“Seseorang
menunggumu di masa depan.” Tiba-tiba terdengar suara berat seorang lelaki dari
belakang. Clara hanya bisa berdiri terpaku di atas ketinggian, dengan
kebingungan yang membisu.
“Siapa
kau?” ia menjawab tanpa menoleh sedikitpun. “Aku adalah bagian dari masa
depanmu.” Kini, Clara pun menoleh dengan cepat. Ia sedikit terkejut begitu
melihat sesosok lelaki dengan perawakan yang cukup tinggi, dan rambut berwarna hitam, dan tatapan mata
kelabu yang tajam.
“Katakan,
siapa sebenarnya kau?” Clara masih tak bisa percaya dengan semua ucapan lelaki
itu. “Panggil saja aku, If.” Lelaki yang mengaku bernama ‘If’ itu mulai
menyunggingkan seulas senyuman yang sulit untuk di maknai.
“If?”
tanya Clara lagi. “Ya, panggil saja aku dengan sebutan seperti itu. Dan
sekarang, aku punya satu permintaan.” Desiran angin yang begitu dingin, membuat
If harus menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku celana panjangnya. Walaupun
sudah menggunakan jaket kulit tebal, tetapi ia tetap merasa kedinginan.
“Hei,
kau sama sekali belum mengenalku. Atau setidaknya, tau namaku.” ucap Clara.
“Aku tau, kalau akulah orang pertama yang mengajakmu mengobrol seperti ini,
setelah sekian tahun tak pernah mengobrol dengan siapa-siapa. Kau hidup
sendiri, tapi semua biaya hidupmu di tanggung oleh Ayahmu yang tak bersamamu.
Dan juga, aku tau kalau namamu adalah Clara.” If berkata panjang lebar. Tetapi
Clara hanya merenungi satu hal dari untaian kata yang telah di lontarkan If.
“Oh
ya, permintaanku adalah, tolong jangan berpikir bodoh, dan temui aku di taman
dekat sekolah siang ini.” kata If, dan memulai langkahnya untuk pergi
meninggalkan Clara.
“Memangnya
siapa kau?! Aku tak tau siapa kau, dan aku juga tak ingin tau semua tentangmu.
Jadi, jangan urusi urusan orang lain! Cukup urusi urusanmu sendiri!” sebutir
air mata mulai bergulir dan bergelinang di pipi putih Clara. Entah karena apa,
setelah mendengar kata, ‘Ayah’ hati Clara seakan remuk. Dan rasanya begitu
sakit. Begitu menyakitkan…
If
berbalik lagi, dan melihat air mata yang akan jatuh mengenai tanah. Hatinya pun
seakan tergerak untuk menghentikan air mata itu agar tak menetes untuk kesekian
kalinya.
“Hei…”
ucap If lirih. Clara pun berbalik dan menatap If dengan mata yang masih di
genangi air mata yang sebentar lagi akan meninggalkan pelupuk mata itu, dan
jatuh di tempatnya berpijak.
Saat
tatapan mereka bertemu, waktu seakan berhenti sejenak. Dan air mata itu… entah
kenapa, seakan tak akan pernah bisa terjatuh.
“Jangan
menangis… setidaknya aku bisa membuatmu berhenti menangis, walaupun tak bisa
menyekanya…” kini tatapan If berubah menjadi tatapan yang teduh.
“Kau
tau? Namamu sangat aneh. Katakan, siapa sebenarnya kau?” Seulas senyum samar
tersungging di bibir Clara. Ini adalah untuk pertama kalinya, setelah beberapa tahun,
ia tersenyum. Dan hatinya tak bisa menjawab sampai saat ini. Menjawab sebuah
pertanyaan untuk dirinya sendiri, dan hanya bisa di jawab oleh dirinya sendiri.
Apakah… kebahagiaan adalah saat di mana
kau bisa tersenyum?
“Aku
adalah orang yang membuatmu tersenyum. Dan aku adalah masa depanmu. Masa
depanmu adalah bertemu denganku.”
Clara
melebarkan matanya, Karena menyadari perkataan If yang seakan menjawab sebuah pertanyaan yang belum terungkapkan.
“Maksudmu?” jujur saja, Clara memang masih sedikit tak mengerti dengan beberapa
kalimat terakhir If.
“Katakan
saja, aku adalah teman masa depanmu.”
“Jadi…
kau adalah kebahagiaanku? Mana mungkin?” Clara berbicara dengan tatapan tidak
percaya. “Lalu… menurutmu apa itu kebahagiaan? Hal yang bisa membuatmu tersenyum,
itulah kebahagiaan. Namun pada intinya, aku bukanlah kebahagiaanmu.” Gagasan If
seakan menguatkan pertanyaan Clara tentang apa itu kebahagiaan.
“Lalu…apa
maksudanya dengan teman masa depan?” semakin lama, perbincangan ini semakin di
penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang searah. “Suatu saat, di masa depan,
kau akan bertemu denganku.”
“Berarti…
inilah masa depan?”
“Bukan,”
sangkal If. “Kau tau? Ini hanyalah sebuah mimpi. Atau sebuah peringatan, bahwa
kau tak boleh melakukan hal bodoh seperti ini di dunia nyata. Karena jika kau
melakukan hal itu, maka di masa depan, kau tak akan bertemu denganku.”
***
Setelah
terjatuh ke dalam sebuah lubang yang suram, dan merasa telah berada di dasar,
Clara pun membuka mata, dan mendapati dirinya telah berbaring di atas tempat
tidurnya.
Sinar
mentari pagi yang menembus jendela kamarnya,
menerpa wajahnya dan membuat matanya silau. Untuk pertama kalinya, ia
menyambut hari baru dengan seulas senyum kecil. Apakah ini karena mimpi itu?
apakah mimpi itu akan jadi nyata?
Lewat
mimpi itu, Clara bisa mengetahui makna sederhana dari kebahagiaan.
***
1
tahun kemudian-
Clara
berjalan di lorong-lorong senyap menuju ruang kelasnya. Dengan diiringi suara
hentakan kakinya yang melangkah pelan. Ia tau kalau hari ini ia sedikit
terlambat menuju sekolah. Tapi ia tak begitu memperdulikan hal itu. Lagipula,
kebetulan tak ada guru yang menghukumnya sekarang. Dan seseorang yang berjaga
di depan pintu gerbang itu, malah membiarkannya masuk sekolah begitu saja.
Beberapa
langkah lagi, ia akan tiba di kelasnya. Saat jaraknya sudah beberapa meter
dengan pintu masuk kelas, ia semakin memelankan langkahnya. Berharap belum ada
seorang guru yang banyak bicara di depan kelas.
Untuk
memastikan bahwa harapannya akan terkabul atau tidak, Clara pun mengintip
dengan kedua mata di sipitkan, lewat celah-celah pintu kelas yang tertutup.
“Syukurlah…”
Clara pun membuka pintu, dan berjalan menuju tempat duduknya. Semua pandangan
pun tertuju padanya. Sehingga kelas yang tadinya begitu bising, kini telah
menjadi kelas dengan suasana yang sunyi dan senyap. Tapi Clara tetap bisa
Melewati tatapan-tatapan sinis yang mengiringi setiap langkahnya menuju tempat
duduknya yang terletak di pojok ruangan.
Ya,
sampai saat ini, tak ada yang mau berteman dengannya. Dan Clara tak pernah tau
kenapa.
Hari
ini, Clara menyadari keberuntungan telah berpihak kepadanya. Begitu ia duduk,
seorang wanita berkacamata, dan beberapa buku yang di bawanya masuk ke dalam
kelas. Ia beruntung, karena ia datang lebih dahulu dari guru itu.
Tapi
guru wanita yang terkenal dengan sikapnya yang galak itu tak sendiri. Seseorang
mengikutinya dari belakang.
“Masuklah,”
ujarnya kepada seseorang yang seakan menunggu aba-aba di balik pintu.
Puluhan
pasang mata tak berkedip sama sekali begitu melihat siapa yang memasuki kelas
ini. Terutama untuk para gadis.
Seorang
lelaki bertubuh tinggi dengan mata kelabu, rambut hitam, dan senyuman yang
menawan. Begitu lelaki itu menebarkan senyum kecil, hati para gadis di kelas
itu seakan luluh di buatnya. Terkecuali dengan Clara. Ia bersikap acuh tak
acuh. Dan setelah menyadari kalau ia sedang beruntung sekarang, ia merasa
semuanya sudah baik-baik saja. Tak ada yang perlu di perhatikan sekarang.
“Ini
adalah murid baru di kelas ini.” ujar sang guru lalu menatap lelaki itu
sekilas, dan kembali berkata, “Perkenalkan dirimu.”
Lelaki
itu mengangguk, dan kembali tersenyum. “Perkenalkan, namaku Ifran. Kalian bisa
memanggilku dengan nama If.”
If? Tiba-tiba
Clara merasa familiar dengan sebutan itu. Sikapnya yang acuh tak acuh itupun ia
buang untuk sementara. Dan ia pun mendongak menatap lurus-lurus lelaki yang
ternyata juga sedang menatapnya.
Aku… bertemu dengannya? Clara
seakan merasa kembali ke dalam mimpinya 1 tahun yang lalu. Ia masih mengingat
mimpi itu dengan begitu detail. Dan lelaki yang ia temui saat itu, begitu
mirip. Bahkan bisa di katakan sama dengan yang sekarang.
Inilah
masa depan, dan takdirnya.
“Kau
bisa duduk di sebelah sana.” ujar guru wanita yang kini juga sudah siap untuk
mengajar. Kebetulan, tempat duduk yang akan di tempati Ifran terletak di
samping Clara.
Apa? Di sampingku?
***
Bel
istirahat berbunyi. Sepanjang jam pelajaran, Clara dan Ifran bersikap canggung.
“Mau ke kantin?” ajak Ifran. Seolah tak ada hal yang aneh di antara mereka.
Clara terkesiap, dan jadi salah tingkah. “E… hm… oh, tidak.” Clara terdengar
sedikit gugup. Tapi ia menutupi hal itu dengan berpura-pura mengerjakan
soal-soal matematika yang rumit.
“Kebetulan,
aku juga tak ingin ke kantin.” Clara hanya manggut-manggut. Walaupun sebenarnya
ia begitu ingin mengatakan, “Sebenarnya
kau mengajakku, atau hanya sekedar bertanya? Dasar aneh..”
“Apakah
kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Ifran lagi. Tiba-tiba wajah Clara
memanas, dan memerah. “O…oh, aku tak tau!” jawab Clara dengan tempo yang begitu
cepat.
“Baiklah,
kurasa kau sudah lupa.” Setelah berkata seperti itu, Ifran terus saja
memandangi Clara. Sampai Clara benar-benar salah tingkah. Dan wajahnya semakin
memerah.
“Jika
kau dalam masalah, jangan lupa tersenyum.” kata Ifran. Ia melihat Clara begitu
kesulitan menjawab soal matematika yang rumit. “Jika tersenyum adalah
kebahagiaan, dan saat ada masalah kau bisa tersenyum, maka di setiap masalah
ada kebahagiaan.” Ifran kembali melontarkan kata-kata manis, semanis senyuman
yang ia sunggingkan.
Mata
hati Clara pun seakan terbuka begitu mendengarkan kalimat dari Ifran. Dan ia
pun berhenti untuk berpura-pura mengerjakan hal rumit pada selembar kertas yang
mengandung banyak angka dan aljabar.
“Kebahagiaanmu
ada pada dirimu sendiri, tergantung bagaimana caramu untuk memaknai apa itu
kebahagiaan.”
“Terima
kasih…” ucap Clara lirih. Ifran tersenyum samar, dan berkata, “Inilah masa
depan. Kau ingat tentang teman masa depan?” Clara mengangguk sembari tersenyum.
Masa depanku adalah bertemu
denganmu. Dan kita, pernah bertemu dalam sebuah mimpi di masa lalu.
***
Clara
membuka sepucuk surat yang tergeletak di atas mejanya. Sudah seminggu surat itu
tergeletak di sana. Tapi Clara tak pernah memabacanya. Dan sekarang, hatinya
tergerak untuk sekedar membukanya saja.
Selembar
kertas dengan motif sederhana berwarna biru yang membingkai, terselip di balik
surat dari seseorang yang sejak dulu tak pernah ada untuknya.
Clara
tak ingin meluruskan kertas tersebut. Ia tak ingin membaca 1 kata pun dari
surat itu. Namun, semakin ia berusaha mengabaikannya, semakin berat rasanya
hatinya untuk melepas kerinduannya terhadap sosok yang tak tak bisa ia benci.
Perlahan,
kertas putih dengan bingkai berwarna biru itu ia luruskan. Dengan perasaan
was-was, ia mulai membaca dalam hati.
Kebahagiaan ayah, adalah
kebahagiaanmu. Mungkin kau belum bahagia, karena Ayah tak bisa selalu ada di
sampingmu. Maafkan ayah, nak. Hanya ini yang bisa ayah lakukan untukmu.
Setetes
air mata menetesi kertas yang Clara pegang. Dan memberi efek kabur pada
beberapa kata yang terkena air mata. Tapi Clara dengan cepat menyekanya, dan
segera mengambil selembar kertas, dan pulpen. Ia akan membalas surat itu.
Ternyata,
perkiraannya tentang kasih sayang Ayahnya salah. Ternyata Ayahnya begitu
menyayanginya.
Maafkan aku karena aku telah egois.
Hanya memikirkan kebahagiaanku sendiri. Tapi, aku berharap Ayah juga bahagia.
Hampir setiap saat, aku tersenyum. Karena menurutku, kebahagiaan ada di balik
seulas senyum.
Ibu pernah berkata,”Kebahagiaan
akan datang pada waktunya” dan waktunya telah tiba.
Ayah, seseorang telah membuatku
tersenyum. Seseorang telah mengajarkanku bagaimana cara memaknai kebahagiaan.
Seseorang telah hadir dalam kehidupanku. Yang membuat hidupku penuh dengan
senyuman. Dia adalah… teman masa depanku. Dan inilah masa depanku, bertemu
dengannya.
***
Dan.... berakhirlah cerita ini. ngerti sama alurnya? hmm...., itu memang cerpen gaje bangett. covernya juga udah doeloe :v makanya belum make nama Tasyarani Aca. tau kenapa isi Aca? karena...., nama Tasya kalo di hitung-hitung, kayaknya bisa ribuan orang yang make -_- bahkan sekarang, saking pasarannya, nama itu pun bisa ditemukan di botol aqua coca cola. dan setiap minjem hp temen, atau saudara, nyari nama Tasya di kontaknya, pasti bukan cuma aku doang yang namanya Tasya. ada lagi -_- karena itulah, sepertinya nama Aca itu lebih dikit orang yang make :v dan sepertinya aku harus berterima kasih sama seseorang yang udah buatin nama Tasyarani Aca. yang didasarkan oleh ketidaksengajaan ketika membuat facebook :v
Oke, segitu aja yaaa... karena sepertinya stok cerpen udah habis... dan aku memutuskan untuk vakum *hiks sebagai penulis (Kalo aku kuat) suatu saat nanti, jadi mungkin blog ini akan sepi untuk sementara dengan jangka waktu yang cukup lama.
Sekian, selamat tinggal. Eh, bye aja. See ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar