Cerpen: Future Friend - My Life My Journey

What's New?

Kamis, 10 Desember 2015

Cerpen: Future Friend

Yosshh! akhirnya nemu cerpen buat di post ~('-')~ karena lagi gaada kerjaan, jadi, aku milih cerpen lama yang sedikit gaje. Sebuah cerpen pertama yang aku setor di ekstra sastra kalo gak salah. Hm..., pembukaan bagusnya bilang apalagi, ya?
Oke, selamat membaca aja dehh.. karena nih cerpen bukan cerpen hasil kegagalan, so aku gak banyak ngomong dan basa-basi.


Future Friend

“Kebahagiaan itu akan datang pada waktunya.” Ujar seorang wanita dengan seulas senyum yang selalu mengiringi setiap patah katanya. Gadis kecil yang sedang duduk di pangkuannya juga ikut tersenyum, seolah merasa kebahagiaan telah datang saat ini juga.
Dengan penuh kasih sayang, wanita itu membelai-belai helaian rambut  gadis kecil yang masih dengan tenangnya duduk di pangkuannya. “Kurasa… aku sudah bahagia sekarang.” Kata si gadis kecil, dan beranjak dari pangkuan wanita yang menggunakan terusan berwarna putih, dengan rambut hitam panjang yang menjuntai liar. Gadis kecil itu juga menggunakan pakaian yang senada. Rambut lurus, dengan panjang sebahu itu melambai-lambai, ditiup terpaan angin yang tiada hentinya.
Mata bulatnya menatap lurus-lurus wanita di depannya. “Jangan pergi… kebahagianku juga akan pergi jika kau pergi…” perlahan, pandangan gadis kecil itu mulai buram, karena air mata yang menggenangi pelupuk matanya. Tapi sebelum air mata itu jatuh, dan mengenai tanah, wanita di depannya dengan segera mengusapnya dengan kedua tangannya.
Sebuah senyuman yang benar-benar dirindukan oleh gadis kecil itu, kembali ia lihat di bibir wanita di depannya. Senyuman itu… si gadis kecil benar-benar ingin melihatnya untuk selamanya. 
“Tetaplah bahagia... karena suatu saat, kau akan tau apa itu sebenarnya kebahagiaan.”
Terdengar suara lirih, dari kata-kata terakhir seorang Ibu. Dan perlahan, semuanya lenyap begitu saja. Bahkan, hanya ada kebisingan dari terpaan angin yang kini bagaikan badai. Semuanya hilang, semuanya lenyap. Kini gadis kecil itu hanya sendiri, meneteskan air mata, dan tak ada lagi yang dapat menyekanya.
Dirinya tak berdaya. Air matanya yang meruak, dan mengalir begitu derasnya, tak akan mengubah apapun.  Tak akan. Desiran angin yang begitu keras, telah menerbangkan secercah harapan bersama dengan cahaya putih. Pergi, dan menghilang. Ia merasa dirinya bodoh, karena selalu berharap untuk selalu bersama kebahagiaan. Kapanpun, dan dimanapun. Walaupun ia tau, kebahagiaannya itu akan menghilang.
***
Dunia pun seakan terbuka, dengan langit berwarna putih yang menyambut pandangan pertama pada hari baru.
Juga, mimpi kelam yang masih membekas dalam ingatan, dan membuatnya hanya bisa meringkuk dalam kesendirian. Secerah apapun hari ini, hal itu tak akan berpengaruh dengan perasaannya. Perasaan yang benar-benar membuatnya untuk berhenti menunggu hal yang disebut, ‘kebahagiaan’.
“Clara! Cepat bangun…!” terdengar suara nyaring seorang wanita yang memanggil namanya. Ia sangat ingin bangkit dari tempat tidurnya, dan segera memeluk erat-erat sang pemilik suara itu.
Tapi… kegelapan dalam ruangan senyap ini, telah menyadarkannya, kalau suara itu hanyalah ciptaan dari pemikirannya, yang terlalu berharap akan kebahagiaan yang tak mungkin lagi untuk kembali.
 Ia pun kembali meringkuk di atas tempat tidurnya, dengan setetes air mata yang mulai membasahi pipinya. Dan untuk kesekian kalinya, ia menjatuhkan air mata tanpa ada yang bisa menyekanya.
Kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Dan kini, ia bukan lagi gadis kecil dengan rambut sebahu.
2 hari lagi, ia berulang tahun dan menjadi remaja yang berumur 16 tahun. Namun, ia ingin mengakhiri penantiannya pada saat ini juga. Ia tau, hidupnya akan selalu seperti ini saja. Sendirian, tanpa seorang pun yang hidup dengannya.
Aku melihat ribuan orang, aku bertemu dengan ratusan orang, tapi… tak ada satupun yang bisa bersamaku, bahkan setidaknya bisa berbicara denganku. Hatinya selalu berkata seperti itu. Sampai-sampai, semua kegelapan merasuki pikiran, dan hatinya. Tapi, untuk beberapa hari lagi, aku tak akan melihat siapapun lagi. Aku tak akan menantikan, dan berharap apapun lagi. Semuanya, akan berakhir saat itu juga.        
Hal bodoh mulai terbit dalam pemikirannya. Sekarang, ia hanya ingin memanfaatkan hari minggu terakhirnya dengan bermalas-malasan di dalam kamarnya. Karena kebetulan tak ada akifitas, ia pun kembali tertidur, dan membiarkan mimpi aneh, maupun indah menghampiri tidur nyenyaknya.
***
Sepasang kaki dengan sepatu tali berwarna hitam, lengkap dengan kaus kaki putih, berdiri di atas sebuah gedung lantai 3. Sepasang kaki ini tampak gemetar.
Gadis yang kini telah menjadi gadis berumur 17 tahun, Clara, telah berdiri dengan kaki gemetaran di atas gedung sekolahnya. Dan juga, ia telah lengkap menggunakan seragam sekolahnya.
Perlahan, sekujur tubuhnya mulai gemetar. Seakan tak kuat lagi menghadapi kenyataan yang menyakitkan.
Sepasang tangan mulai terentang. Membentangi garis kehidupan yang menyakitkan. Kini, ia telah berada di antara hidup dan mati. Hanya melangkah satu langkah lagi, maka semuanya akan berakhir.
Sepasang kaki itu terus gemetaran. Seakan tak bisa melangkah, walaupun hanya selangkah saja. Karena, sejengkal saja ia melangkah, maka itu akan mendekatkannya dengan akhir dari dunia ini.
Tak ada waktu lagi… salah satu kaki itu mulai melangkah. Inilah… saatnya! Hati kecilnya terus berteriak dan menjerit menyambut akhir dari dunia ini.
Setelah kaki itu melangkah, ia kini bisa merasakan desiran terakhir yang menerpa wajahnya. Waktu seakan diperlambat saat seluruh tubuhnya akan menyentuh tanah kematian. Tapi ia masih memejamkan matanya, menunggu waktu itu tiba. Tak peduli dengan suara-suara aneh di bawah sana, dan jerit ketakutan yang mengiringi akhir dari hidupnya.
Tapi… kenapa temponya begitu lambat? Sepertinya tak memerlukan tempo selama ini untuk terjun dari sebuah gedung lantai tiga. Apa yang terjadi?
Tiba-tiba, ia merasa seluruh tubuhnya tertahan. Seakan, takdir tak membiarkannya untuk berhenti sampai disini. Mata pun seketika terbuka untuk memastikan keadaan yang membuatnya terpaku di udara, seakan hukum gravitasi tak berlaku lagi.
Kedua mata itu terbelalak, begitu mengetahui gravitas telah berbalik. Ya, tubuhnya tertarik ke atas, Kembali ke tempat semula. Namun, ini bukanlah sebuah anomali ataupun semacamnya. Ini hanyalah sebuah permainan waktu. Tapi, Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa… ia tak bisa berhenti sampai disini? Dunia ini sedikit membingungkan. Seperti dunia fiksi yang membalikkan sebuah kenyataan.
“Seseorang menunggumu di masa depan.” Tiba-tiba terdengar suara berat seorang lelaki dari belakang. Clara hanya bisa berdiri terpaku di atas ketinggian, dengan kebingungan yang membisu.
“Siapa kau?” ia menjawab tanpa menoleh sedikitpun. “Aku adalah bagian dari masa depanmu.” Kini, Clara pun menoleh dengan cepat. Ia sedikit terkejut begitu melihat sesosok lelaki dengan perawakan yang cukup tinggi,  dan rambut berwarna hitam, dan tatapan mata kelabu yang tajam.
“Katakan, siapa sebenarnya kau?” Clara masih tak bisa percaya dengan semua ucapan lelaki itu. “Panggil saja aku, If.” Lelaki yang mengaku bernama ‘If’ itu mulai menyunggingkan seulas senyuman yang sulit untuk di maknai.
“If?” tanya Clara lagi. “Ya, panggil saja aku dengan sebutan seperti itu. Dan sekarang, aku punya satu permintaan.” Desiran angin yang begitu dingin, membuat If harus menjejalkan kedua tangannya ke dalam saku celana panjangnya. Walaupun sudah menggunakan jaket kulit tebal, tetapi ia tetap merasa kedinginan.
“Hei, kau sama sekali belum mengenalku. Atau setidaknya, tau namaku.” ucap Clara. “Aku tau, kalau akulah orang pertama yang mengajakmu mengobrol seperti ini, setelah sekian tahun tak pernah mengobrol dengan siapa-siapa. Kau hidup sendiri, tapi semua biaya hidupmu di tanggung oleh Ayahmu yang tak bersamamu. Dan juga, aku tau kalau namamu adalah Clara.” If berkata panjang lebar. Tetapi Clara hanya merenungi satu hal dari untaian kata yang telah di lontarkan If.
“Oh ya, permintaanku adalah, tolong jangan berpikir bodoh, dan temui aku di taman dekat sekolah siang ini.” kata If, dan memulai langkahnya untuk pergi meninggalkan Clara.
“Memangnya siapa kau?! Aku tak tau siapa kau, dan aku juga tak ingin tau semua tentangmu. Jadi, jangan urusi urusan orang lain! Cukup urusi urusanmu sendiri!” sebutir air mata mulai bergulir dan bergelinang di pipi putih Clara. Entah karena apa, setelah mendengar kata, ‘Ayah’ hati Clara seakan remuk. Dan rasanya begitu sakit. Begitu menyakitkan…
If berbalik lagi, dan melihat air mata yang akan jatuh mengenai tanah. Hatinya pun seakan tergerak untuk menghentikan air mata itu agar tak menetes untuk kesekian kalinya.
“Hei…” ucap If lirih. Clara pun berbalik dan menatap If dengan mata yang masih di genangi air mata yang sebentar lagi akan meninggalkan pelupuk mata itu, dan jatuh di tempatnya berpijak.
Saat tatapan mereka bertemu, waktu seakan berhenti sejenak. Dan air mata itu… entah kenapa, seakan tak akan pernah bisa terjatuh.
“Jangan menangis… setidaknya aku bisa membuatmu berhenti menangis, walaupun tak bisa menyekanya…” kini tatapan If berubah menjadi tatapan yang teduh.
“Kau tau? Namamu sangat aneh. Katakan, siapa sebenarnya kau?” Seulas senyum samar tersungging di bibir Clara. Ini adalah untuk pertama kalinya, setelah beberapa tahun, ia tersenyum. Dan hatinya tak bisa menjawab sampai saat ini. Menjawab sebuah pertanyaan untuk dirinya sendiri, dan hanya bisa di jawab oleh dirinya sendiri. Apakah… kebahagiaan adalah saat di mana kau bisa tersenyum?
“Aku adalah orang yang membuatmu tersenyum. Dan aku adalah masa depanmu. Masa depanmu adalah bertemu denganku.”
Clara melebarkan matanya, Karena menyadari perkataan If yang seakan menjawab  sebuah pertanyaan yang belum terungkapkan. “Maksudmu?” jujur saja, Clara memang masih sedikit tak mengerti dengan beberapa kalimat terakhir If.
“Katakan saja, aku adalah teman masa depanmu.”
“Jadi… kau adalah kebahagiaanku? Mana mungkin?” Clara berbicara dengan tatapan tidak percaya. “Lalu… menurutmu apa itu kebahagiaan? Hal yang bisa membuatmu tersenyum, itulah kebahagiaan. Namun pada intinya, aku bukanlah kebahagiaanmu.” Gagasan If seakan menguatkan pertanyaan Clara tentang apa itu kebahagiaan.
“Lalu…apa maksudanya dengan teman masa depan?” semakin lama, perbincangan ini semakin di penuhi dengan pertanyaan-pertanyaan yang searah. “Suatu saat, di masa depan, kau akan bertemu denganku.”
“Berarti… inilah masa depan?”
“Bukan,” sangkal If. “Kau tau? Ini hanyalah sebuah mimpi. Atau sebuah peringatan, bahwa kau tak boleh melakukan hal bodoh seperti ini di dunia nyata. Karena jika kau melakukan hal itu, maka di masa depan, kau tak akan bertemu denganku.”
***
Setelah terjatuh ke dalam sebuah lubang yang suram, dan merasa telah berada di dasar, Clara pun membuka mata, dan mendapati dirinya telah berbaring di atas tempat tidurnya.
Sinar mentari pagi yang menembus jendela kamarnya,  menerpa wajahnya dan membuat matanya silau. Untuk pertama kalinya, ia menyambut hari baru dengan seulas senyum kecil. Apakah ini karena mimpi itu? apakah mimpi itu akan jadi nyata?
Lewat mimpi itu, Clara bisa mengetahui makna sederhana dari kebahagiaan.
***
1 tahun kemudian-
Clara berjalan di lorong-lorong senyap menuju ruang kelasnya. Dengan diiringi suara hentakan kakinya yang melangkah pelan. Ia tau kalau hari ini ia sedikit terlambat menuju sekolah. Tapi ia tak begitu memperdulikan hal itu. Lagipula, kebetulan tak ada guru yang menghukumnya sekarang. Dan seseorang yang berjaga di depan pintu gerbang itu, malah membiarkannya masuk sekolah begitu saja.
Beberapa langkah lagi, ia akan tiba di kelasnya. Saat jaraknya sudah beberapa meter dengan pintu masuk kelas, ia semakin memelankan langkahnya. Berharap belum ada seorang guru yang banyak bicara di depan kelas.
Untuk memastikan bahwa harapannya akan terkabul atau tidak, Clara pun mengintip dengan kedua mata di sipitkan, lewat celah-celah pintu kelas yang tertutup.
“Syukurlah…” Clara pun membuka pintu, dan berjalan menuju tempat duduknya. Semua pandangan pun tertuju padanya. Sehingga kelas yang tadinya begitu bising, kini telah menjadi kelas dengan suasana yang sunyi dan senyap. Tapi Clara tetap bisa Melewati tatapan-tatapan sinis yang mengiringi setiap langkahnya menuju tempat duduknya yang terletak di pojok ruangan.
Ya, sampai saat ini, tak ada yang mau berteman dengannya. Dan Clara tak pernah tau kenapa.
Hari ini, Clara menyadari keberuntungan telah berpihak kepadanya. Begitu ia duduk, seorang wanita berkacamata, dan beberapa buku yang di bawanya masuk ke dalam kelas. Ia beruntung, karena ia datang lebih dahulu dari guru itu.
Tapi guru wanita yang terkenal dengan sikapnya yang galak itu tak sendiri. Seseorang mengikutinya dari belakang.
“Masuklah,” ujarnya kepada seseorang yang seakan menunggu aba-aba di balik pintu.
Puluhan pasang mata tak berkedip sama sekali begitu melihat siapa yang memasuki kelas ini. Terutama untuk para gadis.
Seorang lelaki bertubuh tinggi dengan mata kelabu, rambut hitam, dan senyuman yang menawan. Begitu lelaki itu menebarkan senyum kecil, hati para gadis di kelas itu seakan luluh di buatnya. Terkecuali dengan Clara. Ia bersikap acuh tak acuh. Dan setelah menyadari kalau ia sedang beruntung sekarang, ia merasa semuanya sudah baik-baik saja. Tak ada yang perlu di perhatikan sekarang.  
“Ini adalah murid baru di kelas ini.” ujar sang guru lalu menatap lelaki itu sekilas, dan kembali berkata, “Perkenalkan dirimu.”
Lelaki itu mengangguk, dan kembali tersenyum. “Perkenalkan, namaku Ifran. Kalian bisa memanggilku dengan nama If.”
If? Tiba-tiba Clara merasa familiar dengan sebutan itu. Sikapnya yang acuh tak acuh itupun ia buang untuk sementara. Dan ia pun mendongak menatap lurus-lurus lelaki yang ternyata juga sedang menatapnya.
Aku… bertemu dengannya? Clara seakan merasa kembali ke dalam mimpinya 1 tahun yang lalu. Ia masih mengingat mimpi itu dengan begitu detail. Dan lelaki yang ia temui saat itu, begitu mirip. Bahkan bisa di katakan sama dengan yang sekarang.
Inilah masa depan, dan takdirnya.
“Kau bisa duduk di sebelah sana.” ujar guru wanita yang kini juga sudah siap untuk mengajar. Kebetulan, tempat duduk yang akan di tempati Ifran terletak di samping Clara.
Apa? Di sampingku?
***
Bel istirahat berbunyi. Sepanjang jam pelajaran, Clara dan Ifran bersikap canggung. “Mau ke kantin?” ajak Ifran. Seolah tak ada hal yang aneh di antara mereka. Clara terkesiap, dan jadi salah tingkah. “E… hm… oh, tidak.” Clara terdengar sedikit gugup. Tapi ia menutupi hal itu dengan berpura-pura mengerjakan soal-soal matematika yang rumit.
“Kebetulan, aku juga tak ingin ke kantin.” Clara hanya manggut-manggut. Walaupun sebenarnya ia begitu ingin mengatakan, “Sebenarnya kau mengajakku, atau hanya sekedar bertanya? Dasar aneh..”
“Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Ifran lagi. Tiba-tiba wajah Clara memanas, dan memerah. “O…oh, aku tak tau!” jawab Clara dengan tempo yang begitu cepat.
“Baiklah, kurasa kau sudah lupa.” Setelah berkata seperti itu, Ifran terus saja memandangi Clara. Sampai Clara benar-benar salah tingkah. Dan wajahnya semakin memerah.
“Jika kau dalam masalah, jangan lupa tersenyum.” kata Ifran. Ia melihat Clara begitu kesulitan menjawab soal matematika yang rumit. “Jika tersenyum adalah kebahagiaan, dan saat ada masalah kau bisa tersenyum, maka di setiap masalah ada kebahagiaan.” Ifran kembali melontarkan kata-kata manis, semanis senyuman yang ia sunggingkan.
Mata hati Clara pun seakan terbuka begitu mendengarkan kalimat dari Ifran. Dan ia pun berhenti untuk berpura-pura mengerjakan hal rumit pada selembar kertas yang mengandung banyak angka dan aljabar.
“Kebahagiaanmu ada pada dirimu sendiri, tergantung bagaimana caramu untuk memaknai apa itu kebahagiaan.”
“Terima kasih…” ucap Clara lirih. Ifran tersenyum samar, dan berkata, “Inilah masa depan. Kau ingat tentang teman masa depan?” Clara mengangguk sembari tersenyum.
Masa depanku adalah bertemu denganmu. Dan kita, pernah bertemu dalam sebuah mimpi di masa lalu.
***
Clara membuka sepucuk surat yang tergeletak di atas mejanya. Sudah seminggu surat itu tergeletak di sana. Tapi Clara tak pernah memabacanya. Dan sekarang, hatinya tergerak untuk sekedar membukanya saja.
Selembar kertas dengan motif sederhana berwarna biru yang membingkai, terselip di balik surat dari seseorang yang sejak dulu tak pernah ada untuknya.
Clara tak ingin meluruskan kertas tersebut. Ia tak ingin membaca 1 kata pun dari surat itu. Namun, semakin ia berusaha mengabaikannya, semakin berat rasanya hatinya untuk melepas kerinduannya terhadap sosok yang tak tak bisa ia benci.
Perlahan, kertas putih dengan bingkai berwarna biru itu ia luruskan. Dengan perasaan was-was, ia mulai membaca dalam hati.
Kebahagiaan ayah, adalah kebahagiaanmu. Mungkin kau belum bahagia, karena Ayah tak bisa selalu ada di sampingmu. Maafkan ayah, nak. Hanya ini yang bisa ayah lakukan untukmu.
Setetes air mata menetesi kertas yang Clara pegang. Dan memberi efek kabur pada beberapa kata yang terkena air mata. Tapi Clara dengan cepat menyekanya, dan segera mengambil selembar kertas, dan pulpen. Ia akan membalas surat itu.
Ternyata, perkiraannya tentang kasih sayang Ayahnya salah. Ternyata Ayahnya begitu menyayanginya.
Maafkan aku karena aku telah egois. Hanya memikirkan kebahagiaanku sendiri. Tapi, aku berharap Ayah juga bahagia. Hampir setiap saat, aku tersenyum. Karena menurutku, kebahagiaan ada di balik seulas senyum.
Ibu pernah berkata,”Kebahagiaan akan datang pada waktunya” dan waktunya telah tiba.
Ayah, seseorang telah membuatku tersenyum. Seseorang telah mengajarkanku bagaimana cara memaknai kebahagiaan. Seseorang telah hadir dalam kehidupanku. Yang membuat hidupku penuh dengan senyuman. Dia adalah… teman masa depanku. Dan inilah masa depanku, bertemu dengannya.

***

Dan.... berakhirlah cerita ini. ngerti sama alurnya? hmm...., itu memang cerpen gaje bangett. covernya juga udah doeloe :v makanya belum make nama Tasyarani Aca. tau kenapa isi Aca? karena...., nama Tasya kalo di hitung-hitung, kayaknya bisa ribuan orang yang make -_- bahkan sekarang, saking pasarannya, nama itu pun bisa ditemukan di botol aqua coca cola. dan setiap minjem hp temen, atau saudara, nyari nama Tasya di kontaknya, pasti bukan cuma aku doang yang namanya Tasya. ada lagi -_- karena itulah, sepertinya nama Aca itu lebih dikit orang yang make :v dan sepertinya aku harus berterima kasih sama seseorang yang udah buatin nama Tasyarani Aca. yang didasarkan oleh ketidaksengajaan ketika membuat facebook :v
Oke, segitu aja yaaa... karena sepertinya stok cerpen udah habis... dan aku memutuskan untuk vakum *hiks sebagai penulis (Kalo aku kuat) suatu saat nanti, jadi mungkin blog ini akan sepi untuk sementara dengan jangka waktu yang cukup lama.
Sekian, selamat tinggal. Eh, bye aja. See ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages