The Place You Need to Go Series (Part 1) - My Life My Journey

What's New?

Sabtu, 27 Mei 2017

The Place You Need to Go Series (Part 1)

Welcome back guys! Sekarang, aku mau posting sebuah cerita yang gagal di-lom-ba-in. Okay, jadi ini bukan hasil kegagala lho ya, cuma gagal di-lom-ba-in aja. As usual, mari kita mulai dengan curcol.

Nah, sekilas tentang asal-usul cerita ini. Sebenernya ini adalah cerita yang aku buat dengan penuh harap dan juga pastinya usaha (karena buatnya mepet-mepet pas mau deadline). Harapannya, ya biar bisa menang.

Tapi, sebuah insiden terjadi. Dan cerita ini gak bisa di-lom-ba-in.

Okay, move.

Saran aja nih ya. Kalau kalian mau ngirim sesuatu lewat email, cek alamatnya. Udah bener atau belom. Nanti kalau gak bener, salah alamat deh. Kan repot tuh. Sakit juga kalau ternyata baru nyadar pas udah pengumuman

So, langsung aja ya. Kita mulai Part 1-nya. Hope you enjoy it! :D


A Place You Need to Go

Tumpukan buku cukup tebal tiba-tiba mendarat begitu saja di atas meja belajarku. Seperti biasa, Mama datang dengan sebuah perintah yang bahkan sudah sangat melekat dalam otakku. “Besok kamu ada ulangan matematika, kan? Belajar dengan baik. Mama tidak ingin ada satupun kesalahan dalam lembar jawabanmu. Mengerti?”
Aku yang sedari tadi mengerjakan pekerjaan rumah hanya menganggukkan kepala dan kembali menulis. Beberapa saat setelah keheningan menyeruak di dalam kamarku, Mama mulai melangkah pergi.
“Oh, satu lagi,” ujar Mama ketika sudah sampai di ambang pintu kamar. “olimpiade matematika sudah dekat. Mulai besok, Mama sudah mempersiapkan jadwal les tambahan untuk mempersiapkan hal itu.”
Sekali lagi, aku mengangguk seraya membenarkan letak kacamataku yang terlihat agak kebesaran itu melorot sampai ke hidung. Aku sudah terbiasa dengan segala perintah Mama yang harus kuturuti dan aku tak terlalu merasa keberatan—walaupun terkadang aku ingin bebas. Sejak kecil, aku memang sudah terdidik untuk berpikir rumit.
Mama terkadang membuatku merasa begitu tertekan, bahkan merasa tak ubahnya seperti robot. Namun, Mama bilang itu untuk kebaikanku. Jadi aku menuruti segala perintahnya. 
***
Aku melangkah pelan diantara murid-murid yang berlarian seraya tertawa riang dan berkelakar dengan temannya masing-masing karena akhirnya mereka bisa pulang ke rumah. Aku tak bisa seperti mereka—langsung pulang ke rumah dan bermain. Aku harus mengikuti beberapa kegiatan kursus lagi setelah ini.
Sampai akhirnya, diriku hampir sampai. Tinggal beberapa langkah lagi, aku akan melewati gerbang sekolah.
“Rean!” terdengar suara pria dewasa memanggil namaku begitu aku melewati gerbang. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari sumber suara sambil mencari keberadaan Mama. Tapi, aku sama sekali tak melihat keberadaan Mama. Aku pun memusatkan perhatianku kepada seorang pria yang melambaikan tangannya di samping sebuah taksi. Dari pakaian yang ia kenakan, sepertinya ialah sopirnya.
Aku hanya memandanginya. Ia lalu masuk ke dalam taksi dan mengendarainya sampai di depanku.
“Rean, ayo naik! Ini perintah dari Mamamu.” Ujarnya, menepis segala rasa penasaranku tentangnya. Dia hanyalah sopir taksi biasa yang ditugaskan untuk menjemputku oleh Mama. Tanpa pikir panjang, aku pun memasuki taksi.
“Jadi sekarang kita ke mana?” tanya si sopir taksi.
“Apa Mama tidak memberitahumu?” aku balik bertanya agak heran.
Pria berwajah ramah itu mengangkat bahunya. “Tidak. Katakan saja tempat yang ingin kau kunjungi.”
Aku berpikir sejenak. Mama tak pernah membiarkanku bebas pergi ke mana saja sesuai kehendakku. Karena tak ingin menambah masalah, aku pun menjawab, “Rumah. Aku ingin pulang.”
“Aku tahu bukan itu tempat yang ingin kau kunjungi. Baiklah, kalau begitu, aku akan mengantarmu menuju tempat yang perlu kau kunjungi.” Ia lalu menatapku dengan senyum aneh di wajahnya. Aku sendiri tak bisa menerka apa maksudnya. “Aku akan mengendarai taksi ini dengan sangat cepat. Kau bisa gunakan sabuk pengaman atau tutup mata saja. Biar aman.”
Dia memang ngomong ngawur. Mana mungkin aku bisa aman hanya dengan menutup mata? Maka dari itu, aku pun menggunakan sabuk pengaman.
“Pilihan yang merepotkan, Rean. Sebaiknya kau tutup mata saja.” perintahnya lagi. Aku tak mau ambil pusing untuk hal kecil seperti itu. Aku pun menutup mataku.
Beberapa detik setelahnya, taksi pun berjalan. Namun, semakin lama, rasanya seperti sedang berada dalam lift yang meluncur menuju lantai terbawah dengan kecepatan super. Aku memang belum pernah merasakannya, tapi sepertinya memang beginilah rasanya. Aku ingin membuka mata dan melihat apa yang sebenarnya dilakukan oleh sopir taksi aneh di sampingku ini. Akan tetapi mataku tak bisa terbuka. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Akhirnya kita sampai.”
Aku langsung membuka mata saat itu juga, dan kebetulan sudah bisa. “Oh tidak.” Itulah kata pertama yang meluncur dari mulutku begitu kedua mataku terbuka. Aku menatap keluar jendela taksi dan aku sama sekali tak tahu di mana diriku berada. Segalanya penuh warna. Aku bahkan tak yakin kalau aku sedang berada di bumi.
Aku melihat batang pohon tak lagi berwarna coklat ataupun hijau. Mereka berwarna-warni seperti permen lollipop yang sering di makan oleh Linda si gemuk di kelas. Aku melihat awan melalui kaca depan. Awan-awan itu bahkan juga terlihat seperti permen kapas berwarna pink dan biru, atau bahkan ungu. Yang masih terlihat normal hanyalah matahari yang nampak sedikit karena tertutupi awan.
“Hei di mana sebenarnya ki ….” Aku tak melanjutkan perkataanku ketika si sopir taksi tak lagi ada di sampingku. Ke mana perginya pria aneh itu? Tapi, sebagai gantinya, aku melihat sebuah tongkat berwarna hitam—mirip tongkat sihir dan secarik kertas pada kursi mobilnya. Aku pun mengambilnya dan membaca kertas dengan warna kuning usang yang bertuliskan:
Temui aku. Gunakan tongkat sihir ini untuk membantumu bertahan di dunia ini.

Semoga berhasil!

***

So, itu dia pembukaan cerita berseri ini. Is it good or bad? Let me know through your comment! Also, kalian juga bisa ngubungin aku secara pribadi buat kritik dan saran ... lol. Okay, wait for the next part ya! See you soon!

Oh ya. Thanks to Pinterest untuk referensi foto sebagai cover. I didn't draw the cover. I took some picts from Pinterest, mixed them, and edited it. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages